Catatan Untuk Masa Depan: Menasehati, Dinasehati & Mendoakan, Didoakan
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Catatan Untuk Masa Depan adalah usaha saya untuk meninggalkan jejak di internet. Semoga saat kamu “dewasa” nanti, bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari sini.
Sekarang sudah memasuki episode 5, dan pada episode ini, saya akan bicara tentang Menaseti, Dinasehati & Mendoakan, Didoakan
Ini sebenernya, saya mau bicara tentang lingkungan yang mendukung.
Berada dekat dengan keluarga yang mendukung, teman yang suportif, tetangga yang menyenangkan, dan rekan kerja mudah bekerja sama, itu akan memudahkan segala urusan.
Berada di lingkungan yang baik, menjaga kita untuk tetap berada di jalur yang benar.
Kalau ada saudara yang jauh, jarang bertemu, terus datang dengan membawa nasehat dan doa jelas lebih menenangkan. Daripada datang membawa kritikan yang tidak perlu. Dibanding-dibandingkan, padahal tiap orang punya jalan cerita sendiri-sendiri.
Semoga kita semua didekatkan dengan orang-orang baik yang menasehati dengan cara yang baik. Karena percuma, niatnya peduli, tapi caranya marah-marah. Percuma, niatnya sayang, tapi caranya memaksa.
Cari lingkungan yang mendukung. Cari teman yang baik, yang cocok, yang benar-benar peduli.
Ini berlaku juga untuk diri sendiri. Untuk mendapatkan lingkungan yang sesuai standar kita, kita harus memperbaiki diri sendiri juga.
Kamu juga harus mengucapkan kata yang baik dan berbuat baik. Kamu tidak harus sempurna, yang penting sadar tata krama dan cara berkomunikasi yang benar.
Kamu tidak bisa berharap orang bisa mengerti kamu, kalau kamu sendiri tidak mengerti orang lain. Kamu tidak bicara seenaknya, terus sembunyi dengan alasan, “Lho, saya emang orangnya blak-blakan.”
Jangan cari pembenaran dari kelakuan yang tidak baik.
Saya sendiri termasuk orang yang pendiam.
Kehidupan dan lingkungan yang menjadikan saya seperti ini. Saya sempat di rumah sendirian dalam waktu yang lama. Itu karena ayah dan adik saya berada di beda kota, dan Ibu saya sudah tiada. Jadi, saya terbiasa sendiri dan terbiasa tidak mengobrol di rumah.
Efeknya, saat mencari teman, saya pasti lebih condong ke arah orang yang lebih banyak bicara. Untuk menyeimbangkan saya yang pendiam ini.
Tentunya, tidak asal pilih.
Saya pasti mencari teman yang cocok, satu frekuensi. Lalu, baru diperhatikan lebih detail. Cara mengobrolnya bagaimana, bahasanya sopan atau kasar, tingkah lakunya seperti apa.
Pasti tidak akan ada yang sempurna. Pasti ada kelebihan kekurangan. Cari kekurangan yang masih dikompromi.
Tinggal terakhir, apakah dia cocok atau tidak berteman dengan orang pendiam seperti saya? Kalau cocok, ya udah. Kalau tidak, lebih baik tidak usah dipaksa. Berteman biasa saja, tanpa memaksa harus sampai jadi teman dekat yang akrab.
Teman yang benar-benar dekat itu punya “klik”nya sendiri. Kalau sudah cocok, ya sudah pasti gampang mengobrolnya. Gampang bergaulnya.
Saya sadar pendiam punya karakternya sendiri. Makanya, saya punya lingkaran pertemanan yang kecil, terus dari sana, dipertahankan. Lebih menjaga kualitas daripada kuantitas.
Intinya itu.
Semoga kita mendekat dan didekatkan dengan orang-orang baik. Yang menasehati dengan cara yang benar, yang mendoakan dengan tulus.
Itu saja.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Social Media: https://beacons.ai/aldypradana17
Tokopedia: https://www.tokopedia.com/arseniostoreid