Apakah Istilah “No Pain, No Gain” Akan Selalu Menjadi Formula Yang Tepat?

Aldy Pradana
3 min readJan 6, 2021

--

https://www.marylebonephysio.com/

Saya masih sedang membaca The Art of Thinking Clearly (99 Sesat Pikir), Rolf Dobelli.

Saya sekarang sampai di bab 12. Bab ini menceritakan tentang sesat pikir buruk dulu baru baik.

Berikut adalah salah satu cerita di dalamnya.

Seorang CEO berada di batas kesabarannya: penjualan sangat buruk, staf penjualan tidak memiliki motivasi, dan kampanye pemasaran hilang tanpa jejak.

Dia lalu menyewa seorang konsultan. Dengan bayaran 5.000 dolar per hari, si konsultan menganalisis perusahaan dan kembali dengan temuannya.

“Departemen penjualan anda tidak memiliki visi, dan merek anda tidak diposisikan dengan jelas. Ini situasi yang sulit. Saya dapat memperbaikinya, tapi tidak dalam satu malam.”

“Kemungkinan besar penjualan akan jatuh lebih dalam, kemudian semuanya akan menjadi lebih baik seiring berjalannya waktu.”

Podcast: Aldy Pradana

Satu tahun kemudian, penjualan jatuh sesuai prediksi konsultan.

Hal yang sama terjadi pada tahun berikutnya. Lagi dan lagi, si konsultan menekankan bahwa perusahaan akan berkembang sesuai dengan perkiraannya.

Ketika penjualan terus mengalami kemerosotan di tahun ketiga, si konsultan dipecat.

Sebelum lanjut, bagi yang menyukai baju polos minimalis, Arsenio Apparel Store mempunyai beberapa baju polos dengan berbagai macam warna. Silakan klik link berikut. Terima kasih 🙂

Instagram: @arsenio.store.id

Sebagai suatu pengalihan perhatian, sesat pikir “buruk dulu baru baik” adalah variasi bias konfirmasi.

Jika masalahnya terus memburuk, prediksinya benar. Jika situasi membaik dan tanpa diduga, klien senang, dan sang konsultan dapat menganggap itu buah dari keahliannya. Apapun yang terjadi, konsultan menang.

Kesimpulannya, No Pain, No Gain benar adanya pada situasi tertentu. Tapi jangan mengandalkan kalimat itu terus, jika sedang berada di track yang salah.

Contohnya, perubahan karir membutuhkan waktu dan seringkali melibatkan proses yang panjang. Reorganisasi bisnis juga membutuhkan waktu. Dalam setiap kejadian, kita dapat melihat “buah dari usaha” itu berfungsi atau tidak. Tolak ukurnya jelas dan dapat diverifikasi.

Kalau tambahan dari saya,

Sadari kemampuan diri.

Anda bisa merasakan kerja keras anda sedang berproses. Entah itu dalam jangka waktu yang panjang sekalipun.

Misal ini sepak bola, anda mau latihan segiat apapun menjadi striker, jika memang itu bukan “keahlian utama” anda, itu hanya akan membuang-buang waktu.

Masih ada posisi lain di sepak bola: gelandang, bek, kiper, bahkan pelatih.

Itu tadi yang saya rangkum dari bab kedua belas dari buku The Art of Thinking Clearly (99 Sesat Pikir), Rolf Dobelli. Kemungkinan, saya akan merangkum lagi di beberapa postingan ke depan, pastinya dengan gaya bahasa saya.

Semoga bermanfaat.

Sekian dan terima kasih.

--

--

Aldy Pradana
Aldy Pradana

Written by Aldy Pradana

Talks about Social Media, Movies, & Pop culture | Personal Blog: aldypradana.com | Instagram: @aldy_pradana17 & @arsenio.store.id